(0382) 23726, +62 813-3932-6340
TALK SHOW  BERSAMA CIPTAKAN KAMPUS INKLUSI DAN BEBAS KEKERASAN SEKSUAL

TALK SHOW BERSAMA CIPTAKAN KAMPUS INKLUSI DAN BEBAS KEKERASAN SEKSUAL

 

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence), yaitu kampanye internasional yang berisi upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Setiap tahun mitra Forum Pengada Layanan (FPL) Indonesia dan Komnas Perempuan melakukan kampanye secara nasional sejak tanggal 25 November sampai 10 Desember. Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP) dicetuskan oleh Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991.


Pemilihan rentang waktu tersebut secara simbolik berhubungan dengan kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Selama enam belas hari, peringatan yang bertemakan hak-hak asasi yang berlangsung yaitu 25 November sebagai Hari Anti Kekerasan Perempuan Internasional, 01 Desember sebagai hari HIV/AIDS Sedunia, 02 Desember sebagai Hari Penghapusan Perbudakan Internasional, 03 Desember sebagai Hari Penyandang Cacat Internasional, 05 Desember sebagai Hari Sukarelawan Internasional, 06 Desember sebagai Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan, dan puncaknya 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.


Dalam kampanye 16 HAKTP, TRUK F Maumere sebagai salah satu anggota FPL dan mitra Komnas Perempuan berperan memfasilitasi upaya-upaya pencegahan dan penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di Daerah dengan melibatkan mitra jejaring dan stakeholder terkait.  Salah satu rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan adalah melakukan kampanye “Bersama Ciptakan Kampus Inklusi Dan Bebas Kekerasan Seksual” di lingkungan Kampus STPM (Sekolah Tinggi Pembangunan masyarakat) Ursula Ende. Perguruan Tinggi sebagai lembaga Pendidikan tempat berkumpul dan tumbuhnya idealisme harus turut menjaga nilai tertinggi (highest values) namun di sisi lain masih terjadi kekerasan seksual. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidnungan Anak per April 2024, terdapat 2.681 kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Angka ini cenderung naik dan pelecehan seksual merupakan bentuk kekerasan seksual yang paling banyak terjadi. Sebagai upaya meminimalisir kasus kekerasan seksual di kampus, Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengeluarkan Permandikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sangat jelas mensyaratkan perlu adanya Satgas TPKS di Kampus.

 

Kegiatan Talk show ini terjadi pada tanggal 9 November bertempat di Aula SMP Ursula. Narasumber dalam kegiatan ini, P. Avent Saur SVD, JPIC SVD Ende, Br. Dominggus Rangga Hayon SVD, Dosen dan Anggota Satgas PPKS kampus STPM Ursula, Martina Rianty Randa Ma, mahasiswa dan anggota Satga PPKS Kampus STPM, dan Sr. Fransiska Imakulata SSpS, Koordinator TRUKF Maumere. Kegiatan ini dimoderatori oleh Maria Trinita Ria, host dari RRI Ende.


Kegiatan ini di buka oleh Bpk. Ngea Andreas S.Sos, M.SI. Dalam sambutannya Bapak Andreas sebagai wakil ketua bidang akademik dan kerja sama STPM Ursula menyampaikan bahwa “ pada prinsipnya kami sangat bersyukur dengan adanya kegiatan ini, di mana Sr Pimpinan TRUKF hadir secara langsung dan mau berbagi tentang pencegahan dan penangangan kasus kekerasan seksual. Di kampus ini kami sduah memiliki Satgas PPKS dan kegiatan hari ini lebih mempertajam pengetahuan kami dan semua mahasiswa agar mendapat pemahaman yang sama tentang kekerasan yang sering terjadi di kampus dan bagaimana harus ditangani”. Kemudian dalam sesi talk show Sr. Fransiska SSpS menyampaikan bahwa “Kegiatan ini sebagai bentuk kerja sama antara TRUKF dan STPM dalam upaya pencegahan. Karena kampus mesti menajdi tempat yang aman dan inklusi, bebeas daria kekerasan seksual. Dimana semua orang dapat terlibat dan mengambil bagian dalam menjalankan tridarma Pendidikan”.


Selama talk show berlangsung, Moderator Trinita mencoba menggali pengalaman dan pengetahuan tentang pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual yang memang memiliki Dampak secara psikologi dan fisik yang sangat luar biasa. P. Avent dalam sheringnya bahwa salah satu aspek yang menjadi factor gangguan jiwa yakni korban mengalami trauma karena kekerasan seksual. Sr. Fransiska menjelaskan tentang urgensi mengapa kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, dan bentuk-bentuk kekerasan seksual. Menurut Sr Fransiska bahwa Pencegahan di lingkungan perguruan tinggi dapat dilakukan di institusi dan individu. Dari segi Institusi perlu ada Pembelajaran yang Mewajibkan mahasiswa, pendidik, dan tendik mempelajari modul PPKS; Penguatan tata kelola yang berfungsi Merumuskan kebijakan, membentuk satgas, menyediakan layanan pelaporan KS; Penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tendik dengan mengadakan komunikasi, informasi, dan edukasi di kegiatan pengenalan kehidupan kampus; organisasi kemahasiswaan; dan/atau jaringan komunikasi informal. Sedangkan melalui Individu dengan Pembatasan pertemuan individual di luar wilayah, jam operasional, dan/atau kepentingan kampus; Permohonan tertulis untuk mendapat persetujuan Kaprodi/Jurusan; Bila pertemuan tidak bisa dihindari.


Berkaitan dengan penanganan korban Bruder Dominggus Rangga Hayon menyampaikan bahwa penanganan korban membutuhkan keterampilan seorang psikolog untuk, membantu korban keluar dari kesulitan yang dia hadapi. Sedangkan perwakilan mahasiswa dan anggota Satgas STPM menyampaikan pengalaman bahwa seringkali mahasiswa merasa bahwa rayuan, percakapan yang bernuasas seksual itu hal yang biasa, tapi ternyata itu sudah memberikan tanda dan bentuk kekerasan seksual nonfisik.

 

Kegiatan ini memberikan pemcerahan bagi mahsiswa dan dosen sehingga berjalan cukup lanbcar dan dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan shering dari para peserta dan narasumber. Besar harapan dari kegiatan ini adalah   terciptanya ekosistem kampus yang aman, ramah dan inklusif mendukung perkembangan intelektual serta emosional bagi seluruh warga kampus, baik mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan. Menghadirkan kampus yang bebas dari segala bentuk praktek ketidaksetaraan gender, kekerasan seksual, balas dendam, sanksi bagi pelaku dan mekanisme pemulihan korban merupakan upaya konkrit yang harus dilakukan oleh Satgas TPKS dan seluruh elemen kampus.


Akhir dari kegiatan ini TRUKF menyerahkan buku tentang “Karya Kemanusiaan Ini Tidak Boleh Mati” tulisan tentang sejarah dan perjuangan TRUKF, dan buku tentang Keadilan yang tertunda serta penguatan psikologi awal korban kekerasan berbasis gender. Buku diberikan kepada STPM dalam hal ini untuk SATGAS Kampus dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, STPM Ursula Ende.



  (penulis: Sr. Fransiska Imakulata, SSpS, Koordinator TRUKF Maumere)



 Galeri Kegiatan

Bagikan

Komentar