Perkuat Kolaborasi Lintas Sektor, TRUK F Dorong SOP Bersama Penanganan
Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Sikka
Maumere, 15
April 2025 – Ruang Aula Bapperida Kabupaten Sikka
menjadi saksi pertemuan penting antara berbagai pemangku kepentingan dalam
upaya memperkuat sinergi perlindungan perempuan dan anak. Rapat koordinasi yang
digagas oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD
PPA) Kabupaten Sikka ini menghadirkan sejumlah pihak dari unsur pemerintah,
kepolisian, rumah sakit, lembaga layanan masyarakat, hingga akademisi—termasuk
Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRUK F).
Pertemuan
ini tidak sekadar menjadi ajang berbagi informasi, melainkan menjadi ruang
strategis untuk membangun kerja sama yang lebih konkret dan terstruktur dalam
menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin
kompleks dan mendesak untuk direspon secara serius.
UPTD PPA, Harapan Baru dalam Perlindungan Perempuan dan Anak
Dalam
pemaparannya, Kepala UPTD PPA, Ibu Yani, menegaskan bahwa lembaga yang
dipimpinnya berdiri berdasarkan Peraturan Bupati Sikka Nomor 60 Tahun 2022 dan
mulai beroperasi pada Februari 2023. Sebagai UPTD PPA tipe A pertama di wilayah
Flores-Lembata, keberadaan lembaga ini membawa harapan besar bagi para
penyintas kekerasan, dengan motto pelayanan CEKATAN: Cepat, Akurat,
Komprehensif, dan Terintegrasi.
Namun
demikian, UPTD PPA tidak berjalan sendiri. Ibu Yani menyadari pentingnya
membangun mekanisme kolaboratif melalui penyusunan Standar Operasional
Prosedur (SOP) bersama yang dapat menjadi panduan teknis dalam pelayanan
lintas sektor, mulai dari pengaduan, pendampingan, mediasi, hingga proses
hukum.
Catatan Kritis dan Dorongan dari TRUK F
Dalam forum
ini, TRUK F yang diwakili oleh Sr. Ika menyampaikan sejumlah catatan kritis dan
dorongan konstruktif. Salah satu isu utama yang disorot adalah belum adanya SOP
rujukan bersama yang disepakati oleh semua pihak yang terlibat dalam penanganan
kekerasan. Ketidakhadiran SOP ini menyebabkan layanan menjadi terfragmentasi
dan sering kali membingungkan korban.
Lebih
lanjut, TRUK F menyoroti keterbatasan layanan psikologis yang hanya dilayani
oleh dua orang psikolog berlisensi di Kabupaten Sikka. Padahal kebutuhan akan
layanan pemulihan psikologis semakin tinggi seiring meningkatnya jumlah korban
kekerasan.
Sr. Ika
juga menyinggung soal mahalnya biaya visum et repertum (VER) sebagai bagian
dari bukti hukum. “Biaya VER sangat tinggi dan menjadi hambatan besar bagi
korban, terutama yang berasal dari keluarga tidak mampu. Kami berharap ada
tinjauan ulang terhadap struktur biaya ini,” ujarnya.
Tantangan Visum dan Masukan dari Mitra Layanan
Diskusi
yang mengemuka mengungkap berbagai tantangan dalam proses visum. Dr. Stev dari
RSUD TC Hillers menjelaskan bahwa visum adalah produk hukum, bukan sekadar
layanan medis biasa. Oleh karena itu, tidak ditanggung oleh BPJS dan memerlukan
prosedur administratif yang ketat. Ia menyarankan agar pendekatan terhadap
korban lebih humanis, salah satunya dengan mengganti istilah "visum"
menjadi "pemeriksaan medis" agar lebih mudah diterima oleh
masyarakat.
Dalam
kesempatan ini, Ibu Ayu dari Unit PPA Polres Sikka turut memaparkan kasus
kekerasan yang terjadi di Nangahale yang diduga melibatkan oknum anggota
kepolisian. Ia mengakui bahwa proses penanganan menjadi sulit karena korban
telah meninggal dunia akibat membakar diri. Penyelidikan masih terus dilakukan,
dan pelaku telah dikenai sanksi berupa pemecatan secara tidak hormat dari
institusi kepolisian.
Dorongan Konkret: Rumah Aman dan SOP Berbasis Perbub
Dari pihak
Bapperida Kabupaten Sikka, disampaikan inisiatif pemanfaatan aset daerah berupa
rumah dinas tidak terpakai sebagai rumah aman sementara bagi korban
kekerasan. Usulan tersebut telah diajukan kepada Bupati dan saat ini tengah
menunggu persetujuan.
TRUK F
menyambut baik inisiatif tersebut dan menegaskan pentingnya SOP bersama yang
nantinya bisa ditetapkan dalam bentuk Peraturan Bupati (Perbub), agar
seluruh proses pelayanan memiliki legitimasi hukum dan dapat dijalankan secara
konsisten di semua lini layanan.
Penutup: Sinergi adalah Kunci
Pertemuan
yang berlangsung hangat dan penuh komitmen ini diakhiri dengan penegasan
pentingnya sinergi lintas sektor. Perlindungan terhadap perempuan dan anak
bukanlah kerja satu lembaga, melainkan kerja kolektif yang memerlukan semangat
kolaborasi, keterbukaan, dan keberpihakan pada korban.
TRUK F akan
terus mengambil bagian dalam perjuangan ini, memastikan bahwa setiap korban
kekerasan mendapatkan keadilan, perlindungan, dan pemulihan yang layak.