CATATAN
TAHUNAN 2024
Perempuan
dan Anak Korban Kekerasan: Tantangan dan Perjuangan dalam Pemenuhan Hak
11
Maret 2025
1. Pengantar
Tahun
2024 menjadi cerminan kompleksitas dan urgensi dalam menangani kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak. Sepanjang tahun ini, Perkumpulan Divisi Perempuan
Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F) terus berhadapan dengan berbagai
realitas kekerasan yang terjadi di tengah masyarakat, menerima serta menangani ratusan
laporan dari korban yang berani bersuara.
Sebagai
bagian dari komitmen TRUK F dalam memperjuangkan keadilan bagi korban, Catatan
Tahunan (CATAHU) 2024 Kekkerasan terhadap Perempuan dan Anak kembali
diluncurkan dalam rangka memperingatan Hari Perempuan Internasional pada 8
Maret. Laporan ini bukan sekadar angka dan statistik, tetapi juga gambaran
nyata dari luka, harapan, dan perjuangan perempuan serta anak yang mengalami
kekerasan.
Catatan
Tahunan (CATAHU) 2024 Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak mengungkap berbagai
pola kekerasan, motif yang melatarbelakangi tindakan pelaku, serta modus yang
semakin berkembang seiring perubahan sosial dan teknologi. Selain itu, laporan
ini juga mengidentifikasi tantangan dalam upaya perlindungan dan pemulihan korban
serta merumuskan rekomendasi strategis bagi Pemerintah Kabupaten Sikka dan
Kabupaten Ende guna memperkuat sistem perlindungan bagi korban kekerasan.
Namun,
yang perlu disadari, data dalam laporan ini hanyalah sebagian kecil dari
realitas yang ada. Banyak kasus yang tidak terungkap akibat budaya bungkam,
keterbatasan akses layanan, serta rasa takut korban untuk melapor. Oleh karena
itu, laporan ini juga menjadi panggilan bagi semua pihak untuk terus berjuang
menciptakan lingkungan yang lebih aman dan adil bagi perempuan dan anak.
2. Temuan
Utama dalam CATAHU 2024
Sepanjang tahun 2024, TRUK F menerima 77
laporan kasus kekerasan, dengan total 123 korban yang berani bersuara dan
mencari keadilan.
Dari jumlah ini, 84 korban
berasal dari kabupaten Sikka, sementara 33 korban berasal dari Kabupaten Ende,
ada juga 6 korban yang berasal dari luar wilayah kerja TRUK F
Yang lebih memprihatinkan, 73 korban adalah anak-anak,
sementara 50 korban adalah
orang dewasa, menegaskan bahwa anak-anak masih menjadi kelompok
yang paling rentan terhadap kekerasan.
Dibandingkan dengan tahun 2023 yang
mencatat 94 korban,
angka ini mengalami lonjakan
sebesar 30,85%. Peningkatan ini bukan sekadar angka statistik,
tetapi sebuah peringatan keras bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak
masih terjadi dengan pola yang semakin kompleks.
Kekerasan
ini terjadi dalam tiga ranah utama, memperlihatkan bagaimana perempuan dan anak
terus menghadapi ancaman di berbagai aspek kehidupan mereka.
a. Ranah
Personal/Privat
Kekerasan dalam ranah personal atau privat
terjadi di lingkungan keluarga atau hubungan interpersonal yang bersifat dekat,
di mana pelaku memiliki hubungan darah, kekerabatan, perkawinan, atau relasi
intim dengan korban. Dalam laporan tahun 2024, TRUK F mencatat empat jenis
kekerasan yang terjadi dalam ranah ini, yaitu:
·
Kekerasan
terhadap istri: Tercatat 13
korban yang mengalami berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
·
Kekerasan
terhadap anak: Sebanyak 24
anak menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat.
·
Kekerasan
dalam pacaran: Sebanyak 6
korban merupakan anak di bawah umur yang mengalami kekerasan dalam hubungan
pacaran.
·
Ingkar
janji menikah: Sebanyak 8
perempuan dewasa dan 3 anak perempuan di bawah umur menjadi korban akibat
janji pernikahan yang tidak ditepati, yang sering kali berdampak pada
kerentanan ekonomi, sosial, dan psikologis mereka.
Data ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam
ranah personal masih menjadi tantangan besar dalam upaya perlindungan perempuan
dan anak. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis dalam
pencegahan, penanganan, serta pemulihan korban melalui pendekatan berbasis
komunitas dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
b. Ranah
Komunitas
Kekerasan
dalam ranah komunitas terjadi di lingkungan sosial tanpa adanya hubungan
kekerabatan antara pelaku dan korban. Pelaku bisa berasal dari teman, tetangga,
rekan kerja, atau bahkan orang asing. Modus kekerasan yang terjadi beragam,
mulai dari pelecehan di tempat umum hingga eksploitasi digital, yang
menunjukkan bahwa ruang sosial masih belum sepenuhnya aman bagi perempuan dan
anak. Sepanjang tahun 2024, TRUK F mencatat berbagai bentuk kekerasan dalam
ranah komunitas dengan jumlah korban yang mengkhawatirkan:
Ø
Kekerasan seksual menimpa 7
korban, terdiri dari 1 perempuan dewasa dan 6 anak perempuan di bawah umur.
Ø
Kekerasan fisik dan psikis
dialami oleh 9 korban, di mana 1 di antaranya adalah anak perempuan di bawah
umur dan 8 lainnya perempuan dewasa.
Ø
Kekerasan berbasis gender
online (KBGO) menimpa 1 perempuan dewasa yang mengalami kekerasan melalui
platform digital.
Ø
Perdagangan orang dialami oleh
8 korban, terdiri dari 1 anak laki-laki dan 7 laki-laki dewasa yang
tereksploitasi dalam berbagai bentuk perdagangan manusia.
Data
ini mencerminkan bahwa kekerasan dalam ranah komunitas masih menjadi ancaman
serius, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Pencegahan
serta perlindungan yang lebih kuat diperlukan melalui edukasi, penguatan
regulasi, serta pengawasan terhadap ruang-ruang publik dan digital.
Dalam
ranah negara, TRUK F tidak mencatat adanya kasus kekerasan yang dilakukan
langsung oleh aparat atau institusi negara. Namun, kurangnya respons,
pemeriksaan di tingkat penyidikan dan persidangan yang tidak respektif terhadap
korban, serta putusan pengadilan yang rendah mencerminkan bentuk kekerasan
struktural yang masih perlu ditangani.
3. Karakteristik
Korban dan Pelaku
Kasus kekerasan yang
tercatat oleh TRUK F sepanjang tahun 2024 menunjukkan bahwa korban berasal dari
berbagai latar belakang usia, pendidikan, dan pekerjaan. Usia korban termuda
yang tercatat adalah 1
minggu, sementara korban tertua berusia 40 tahun. Mereka berasal
dari berbagai tingkat pendidikan, mulai dari yang tidak pernah mengenyam pendidikan (9
orang) SD (16 Orang), SMP (29 orang), SMA (34 korban) perguruan tinggi (6
orang). Dari segi pekerjaan, korban meliputi pelajar/mahasiswa (53 orang), ibu rumah
tangga (13 orang), pekerja swasta (9 orang), guru (1 orang), petani (5 orang),
tenaga medis (2 orang), hingga mereka yang tidak bekerja (11 orang).
Sementara itu, pelaku
kekerasan juga berasal dari berbagai kelompok usia dan profesi. Usia pelaku
termuda yang tercatat adalah 13
tahun, sedangkan pelaku tertua berusia 80 tahun. Mereka terdiri
dari pelajar/mahasiswa (9
orang), bapak rumah tangga (13 orang), pekerja swasta (3 orang), ASN (3 orang),
buruh (1 orang), petani (15 orang), tenaga medis (1 orang),
serta mereka yang tidak
bekerja (17 orang).
Data ini menunjukkan bahwa
kekerasan dapat terjadi di berbagai kelompok usia dan profesi, baik sebagai
korban maupun pelaku. Hal ini menegaskan bahwa kekerasan berbasis gender dan
kekerasan terhadap anak bukan hanya persoalan individu, tetapi juga
mencerminkan permasalahan struktural dalam masyarakat yang membutuhkan
intervensi menyeluruh dan berkelanjutan.
4. Sebaran
Kasus di Kabupaten Sikka dan Ende
Sepanjang
tahun 2024, TRUK F menangani 123 korban kekerasan di Kabupaten Sikka dan Ende.
A. Kabupaten
Sikka:
Kasus tersebar di 20 kecamatan, dengan jumlah
korban tertinggi di Kangae (10 korban), Kewapante (7 korban), dan Talibura (7
korban). Wilayah lain dengan angka tinggi adalah Magepanda, Waigete, dan
Hewokloang (masing-masing 6 korban).
B. Kabupaten
Ende:
Sebaran kasus tertinggi di Ende (8 korban) dan
Ende Tengah (5 korban). Kasus lainnya tersebar di Ndona Timur, Nangapenda,
Wewaria, Wolowaru, dan beberapa kecamatan lainnya.
C. Luar
Kabupaten Sikka dan Ende:
Selain itu, 6 korban dari luar daerah, termasuk
Papua, Kalimantan Timur, Sumba, dan Flores Timur, juga mendapatkan
pendampingan.
Data ini hanyalah gambaran dari kasus yang terungkap
dan ditangani, sementara di luar sana masih banyak korban yang belum bersuara
atau mendapatkan bantuan. Ini menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan
dan anak masih menjadi masalah serius di berbagai wilayah. Diperlukan upaya
lebih besar, kesadaran, keberanian untuk melapor, serta sistem perlindungan
yang lebih kuat, agar setiap korban dapat keluar dari lingkaran kekerasan dan
mendapatkan keadilan.
5. Jalur
Penyelesaian Kasus
Sepanjang tahun 2024, TRUK F menerima 77 pengaduan kasus, dengan 45
kasus di antaranya telah memasuki proses hukum. Sementara itu, 26 kasus
diselesaikan melalui jalur mediasi, sedangkan 8 kasus lainnya tidak
diproses lebih lanjut sesuai keputusan korban.
Di Kabupaten Sikka, 23 kasus
Ø 3 kasus berakhir
dengan pencabutan laporan atau penyelesaian damai di tingkat kepolisian.
Ø 2 kasus masih
dalam tahap penyelidikan, mencari kepastian hukum.
Ø 5 kasus telah
mencapai Kejaksaan, menunggu proses lebih lanjut.
Ø 1 kasus naik ke
tahap banding, berusaha mendapatkan keadilan yang lebih baik.
Ø 1 kasus telah
masuk kasasi, melewati jalur hukum tertinggi.
Ø 11 kasus telah memiliki putusan inkrah, memberikan kepastian hukum bagi para
korban.
Sementara
itu, di Kabupaten Ende, 22 kasus
Ø 4 kasus telah
mencapai meja pengadilan, memperjuangkan kebenaran.
Ø 5 kasus terhenti
di kepolisian karena kurangnya bukti, sebuah tantangan besar dalam proses
hukum.
Ø 3 kasus masih
berada dalam proses penanganan jaksa.
Ø 10 kasus akhirnya mencapai putusan inkrah, menjadi titik terang bagi para
penyintas yang menunggu keadilan.
6. Akses
Layanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan:
Sepanjang tahun 2024, TRUK F
terus berupaya memastikan perempuan dan anak korban kekerasan mendapatkan
layanan yang mereka butuhkan. Dari layanan psikologi hingga rumah aman, setiap
intervensi dirancang untuk membantu korban memulihkan diri dan membangun
kembali kehidupan mereka.
Sebanyak 80 korban mendapatkan
layanan psikologi untuk mengatasi trauma dan dampak emosional akibat kekerasan.
45 korban
mengakses bantuan hukum guna memperjuangkan keadilan, sementara 13 kasus diselesaikan
melalui mediasi. Dukungan spiritual juga menjadi bagian penting dalam
pemulihan, dengan 23
korban memperoleh layanan rohani. Selain itu, 35 korban mendapatkan
akses layanan kesehatan, dan 58
korban memperoleh perlindungan di rumah aman.
Meskipun berbagai layanan
telah diberikan, tantangan masih ada. Keterbatasan sumber daya dan dukungan
dari pemerintah menjadi hambatan dalam memastikan bahwa semua korban
mendapatkan hak mereka secara optimal. Oleh karena itu, sinergi antara berbagai
pihak sangat dibutuhkan agar layanan ini dapat terus berkembang dan menjangkau
lebih banyak korban yang membutuhkan perlindungan dan pendampingan.
7. Motif,
Modus, dan Tren Kekerasan
A. Motif
Kekerasan
Ø Ekonomi: Kesulitan
finansial sering kali mendorong eksploitasi perempuan dan anak, termasuk dalam
kasus perdagangan orang dan kekerasan dalam rumah tangga.
Ø Asmara: Relasi
yang tidak sehat, seperti pacaran atau pernikahan yang penuh kontrol dan kekerasan,
menjadi pemicu utama kekerasan emosional, fisik, dan seksual.
Ø Balas dendam: Dendam pribadi atau konflik keluarga kerap menjadi alasan pelaku
melakukan kekerasan, baik secara langsung maupun melalui ancaman dan
intimidasi.
Ø Pendidikan: Rendahnya tingkat pendidikan menjadi faktor yang memperburuk
kerentanan terhadap eksploitasi, khususnya dalam kasus perdagangan orang. TRUK
F menemukan bahwa sebagian besar korban perdagangan orang yang ditangani adalah
laki-laki dengan latar belakang pendidikan rendah. Minimnya akses informasi dan
kurangnya pemahaman mengenai hak-hak mereka membuat korban lebih mudah
diperdaya dan dieksploitasi oleh jaringan perdagangan manusia.
B. Modus
Operandi
o Janji pernikahan: Pelaku menjebak korban dengan iming-iming keseriusan
hubungan, tetapi berujung pada kekerasan seksual atau eksploitasi.
o Manipulasi media sosial: Platform digital menjadi alat bagi pelaku
untuk mendekati, mengontrol, atau mengancam korban.
o Menawarkan uang atau barang berharga: pelaku membangun kepercayaan atau menjerat
korban dalam situasi yang sulit untuk ditolak.
o Iming-iming pekerjaan bergaji tinggi: Modus ini banyak digunakan dalam kasus
perdagangan orang, di mana korban dijanjikan pekerjaan layak tetapi justru
dieksploitasi.
C. Tren Kekerasan
o Peningkatan kekerasan seksual terhadap anak: Data TRUK F mencatat peningkatan kasus dari
30 anak pada 2023 menjadi 31 anak pada 2024. Dari jumlah tersebut, 10 kasus
merupakan kekerasan seksual sedarah (incest), dengan kasus terbanyak terjadi di
Kabupaten Ende (6 kasus).
o Kasus perdagangan orang meningkat sebesar 250% dari tahun 2023 ke 2024, dengan jumlah korban
yang ditangani TRUK F meningkat dari 2 korban menjadi 7 korban.
8. Hambatan
dalam Penanganan Kasus
Meski
upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak terus diperjuangkan, berbagai
kendala masih menghambat efektivitas penanganan kasus. Beberapa tantangan utama
yang dihadapi adalah:
A.
Minimnya kebijakan dan
anggaran yang berpihak pada korban.
Dukungan dari pemerintah daerah masih terbatas,
baik dalam bentuk kebijakan dan alokasi anggaran.
B. Ego
Sektoral yang masih tingggi.
Masih adanya ego sektoral lintas dinas
dalam kerja kolaboratis untuk penanganan korban kekerasan
C.
Ketiadaan rumah aman di
Kabupaten Ende.
Tanpa tempat perlindungan yang
layak, banyak korban terpaksa bertahan dalam situasi berbahaya atau bahkan
kembali ke lingkungan yang tidak aman.
D. Biaya
visum yang masih menjadi beban korban.
Di Kabupaten Ende dan Sikka,
layanan visum yang berbayar menjadi hambatan serius bagi korban, terutama dari
keluarga tidak mampu, untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami.
E. Krisis
tenaga profesional di bidang pendampingan korban.
Kurangnya psikolog, dokter
jiwa, dan tenaga pendamping berpengalaman membuat proses pemulihan korban
berjalan lambat, sementara kebutuhan akan layanan tersebut terus meningkat.
F. Proses
hukum yang rumit dan melelahkan.
Waktu penyelesaian kasus yang
panjang, pembuktian yang sulit, serta tekanan sosial membuat banyak korban
akhirnya memilih jalur damai atau restorative justice, meski sering kali
merugikan mereka. Selain itu, masih enggannya APH menggunakan UUTPK dalam penanganan
kasus KS turut memperburuk situasi, sehingga keadilan bagi korban sering kali
tidak tercapai.
Hambatan-hambatan
ini menjadi alarm bagi semua pihak bahwa perlindungan terhadap perempuan dan
anak tidak bisa hanya menjadi wacana, tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata
yang lebih berpihak pada korban.
9. Kesimpulan
dan Rekomendasi
Untuk memastikan perempuan dan anak korban kekerasan
mendapatkan perlindungan yang layak, TRUK F merekomendasikan langkah-langkah
berikut:
A.
Adanya
penambahan biaya penanganan kasus di Sikka melalui UPTD PPA, sebagai liding
sector.
B.
Menghadirkan
UPTD PPA di Kabupaten Ende, melalui DP3A.
C. Penyediaan rumah aman milik pemerintah
di Sikka dan Ende
D. Tersedianya biaya visum dan perawatan bagi
korban kekerasan di sikka dan Ende
E. Penambahan tenaga professional (phsikolog,
dokter jiwa, juru bahasa isyarat, ahli ETI dan digital forensic)
F. Memperbanyak APH yang memiliki
menstriming penanganan kasus kekerasan seksual dan perdagangan orang yang
perspektif korban berbasis UU TPKS dan TPPO.
G. Meningkatkan kegiatan edukasi publik
terkait isue perlindungan perempuan, anak dan migrasi aman.
H.
Memperluas
pelibatan masyarakat desa dalam upaya pencegahan dan pananganan kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak di desa melalui Desa Ramah Perempuan dan Peduli
Anak.
“CATAHU 2024 ini menjadi panggilan bagi
kita semua untuk bertindak lebih nyata. Dengan kerja sama dari pemerintah,
masyarakat, dan berbagai pihak terkait, kita dapat menciptakan lingkungan yang
lebih aman, adil, dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak.”