(0382) 23726, +62 813-3932-6340
Catatan Tahunan TRUK F 2024

Catatan Tahunan TRUK F 2024

  • Kategori: Berita
  • Tanggal 11-03-2025

CATATAN TAHUNAN 2024

Perempuan dan Anak Korban Kekerasan: Tantangan dan Perjuangan dalam Pemenuhan Hak

11 Maret 2025

1.  Pengantar

Tahun 2024 menjadi cerminan kompleksitas dan urgensi dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sepanjang tahun ini, Perkumpulan Divisi Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F) terus berhadapan dengan berbagai realitas kekerasan yang terjadi di tengah masyarakat, menerima serta menangani ratusan laporan dari korban yang berani bersuara.

Sebagai bagian dari komitmen TRUK F dalam memperjuangkan keadilan bagi korban, Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 Kekkerasan terhadap Perempuan dan Anak kembali diluncurkan dalam rangka memperingatan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret. Laporan ini bukan sekadar angka dan statistik, tetapi juga gambaran nyata dari luka, harapan, dan perjuangan perempuan serta anak yang mengalami kekerasan.

Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak mengungkap berbagai pola kekerasan, motif yang melatarbelakangi tindakan pelaku, serta modus yang semakin berkembang seiring perubahan sosial dan teknologi. Selain itu, laporan ini juga mengidentifikasi tantangan dalam upaya perlindungan dan pemulihan korban serta merumuskan rekomendasi strategis bagi Pemerintah Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende guna memperkuat sistem perlindungan bagi korban kekerasan.

Namun, yang perlu disadari, data dalam laporan ini hanyalah sebagian kecil dari realitas yang ada. Banyak kasus yang tidak terungkap akibat budaya bungkam, keterbatasan akses layanan, serta rasa takut korban untuk melapor. Oleh karena itu, laporan ini juga menjadi panggilan bagi semua pihak untuk terus berjuang menciptakan lingkungan yang lebih aman dan adil bagi perempuan dan anak.

2.  Temuan Utama dalam CATAHU 2024

Sepanjang tahun 2024, TRUK F menerima 77 laporan kasus kekerasan, dengan total 123 korban yang berani bersuara dan mencari keadilan. Dari jumlah ini, 84 korban berasal dari kabupaten Sikka, sementara 33 korban berasal dari Kabupaten Ende, ada juga 6 korban yang berasal dari luar wilayah kerja TRUK F

Yang lebih memprihatinkan, 73 korban adalah anak-anak, sementara 50 korban adalah orang dewasa, menegaskan bahwa anak-anak masih menjadi kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan.

Dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencatat 94 korban, angka ini mengalami lonjakan sebesar 30,85%. Peningkatan ini bukan sekadar angka statistik, tetapi sebuah peringatan keras bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terjadi dengan pola yang semakin kompleks.

 

Kekerasan ini terjadi dalam tiga ranah utama, memperlihatkan bagaimana perempuan dan anak terus menghadapi ancaman di berbagai aspek kehidupan mereka.

a.    Ranah Personal/Privat

Kekerasan dalam ranah personal atau privat terjadi di lingkungan keluarga atau hubungan interpersonal yang bersifat dekat, di mana pelaku memiliki hubungan darah, kekerabatan, perkawinan, atau relasi intim dengan korban. Dalam laporan tahun 2024, TRUK F mencatat empat jenis kekerasan yang terjadi dalam ranah ini, yaitu:

·         Kekerasan terhadap istri: Tercatat 13 korban yang mengalami berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga.

·         Kekerasan terhadap anak: Sebanyak 24 anak menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat.

·         Kekerasan dalam pacaran: Sebanyak 6 korban merupakan anak di bawah umur yang mengalami kekerasan dalam hubungan pacaran.

·         Ingkar janji menikah: Sebanyak 8 perempuan dewasa dan 3 anak perempuan di bawah umur menjadi korban akibat janji pernikahan yang tidak ditepati, yang sering kali berdampak pada kerentanan ekonomi, sosial, dan psikologis mereka.

Data ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam ranah personal masih menjadi tantangan besar dalam upaya perlindungan perempuan dan anak. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis dalam pencegahan, penanganan, serta pemulihan korban melalui pendekatan berbasis komunitas dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.

b.    Ranah Komunitas

Kekerasan dalam ranah komunitas terjadi di lingkungan sosial tanpa adanya hubungan kekerabatan antara pelaku dan korban. Pelaku bisa berasal dari teman, tetangga, rekan kerja, atau bahkan orang asing. Modus kekerasan yang terjadi beragam, mulai dari pelecehan di tempat umum hingga eksploitasi digital, yang menunjukkan bahwa ruang sosial masih belum sepenuhnya aman bagi perempuan dan anak. Sepanjang tahun 2024, TRUK F mencatat berbagai bentuk kekerasan dalam ranah komunitas dengan jumlah korban yang mengkhawatirkan:

Ø  Kekerasan seksual menimpa 7 korban, terdiri dari 1 perempuan dewasa dan 6 anak perempuan di bawah umur.

Ø  Kekerasan fisik dan psikis dialami oleh 9 korban, di mana 1 di antaranya adalah anak perempuan di bawah umur dan 8 lainnya perempuan dewasa.

Ø  Kekerasan berbasis gender online (KBGO) menimpa 1 perempuan dewasa yang mengalami kekerasan melalui platform digital.

Ø  Perdagangan orang dialami oleh 8 korban, terdiri dari 1 anak laki-laki dan 7 laki-laki dewasa yang tereksploitasi dalam berbagai bentuk perdagangan manusia.

Data ini mencerminkan bahwa kekerasan dalam ranah komunitas masih menjadi ancaman serius, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Pencegahan serta perlindungan yang lebih kuat diperlukan melalui edukasi, penguatan regulasi, serta pengawasan terhadap ruang-ruang publik dan digital.

  1. Ranah Negara

Dalam ranah negara, TRUK F tidak mencatat adanya kasus kekerasan yang dilakukan langsung oleh aparat atau institusi negara. Namun, kurangnya respons, pemeriksaan di tingkat penyidikan dan persidangan yang tidak respektif terhadap korban, serta putusan pengadilan yang rendah mencerminkan bentuk kekerasan struktural yang masih perlu ditangani.

3.  Karakteristik Korban dan Pelaku

Kasus kekerasan yang tercatat oleh TRUK F sepanjang tahun 2024 menunjukkan bahwa korban berasal dari berbagai latar belakang usia, pendidikan, dan pekerjaan. Usia korban termuda yang tercatat adalah 1 minggu, sementara korban tertua berusia 40 tahun. Mereka berasal dari berbagai tingkat pendidikan, mulai dari yang tidak pernah mengenyam pendidikan (9 orang) SD (16 Orang), SMP (29 orang), SMA (34 korban) perguruan tinggi (6 orang). Dari segi pekerjaan, korban meliputi pelajar/mahasiswa (53 orang), ibu rumah tangga (13 orang), pekerja swasta (9 orang), guru (1 orang), petani (5 orang), tenaga medis (2 orang), hingga mereka yang tidak bekerja (11 orang).

Sementara itu, pelaku kekerasan juga berasal dari berbagai kelompok usia dan profesi. Usia pelaku termuda yang tercatat adalah 13 tahun, sedangkan pelaku tertua berusia 80 tahun. Mereka terdiri dari pelajar/mahasiswa (9 orang), bapak rumah tangga (13 orang), pekerja swasta (3 orang), ASN (3 orang), buruh (1 orang), petani (15 orang), tenaga medis (1 orang), serta mereka yang tidak bekerja (17 orang).

Data ini menunjukkan bahwa kekerasan dapat terjadi di berbagai kelompok usia dan profesi, baik sebagai korban maupun pelaku. Hal ini menegaskan bahwa kekerasan berbasis gender dan kekerasan terhadap anak bukan hanya persoalan individu, tetapi juga mencerminkan permasalahan struktural dalam masyarakat yang membutuhkan intervensi menyeluruh dan berkelanjutan.

4.  Sebaran Kasus di Kabupaten Sikka dan Ende

Sepanjang tahun 2024, TRUK F menangani 123 korban kekerasan di Kabupaten Sikka dan Ende.

A.   Kabupaten Sikka:

Kasus tersebar di 20 kecamatan, dengan jumlah korban tertinggi di Kangae (10 korban), Kewapante (7 korban), dan Talibura (7 korban). Wilayah lain dengan angka tinggi adalah Magepanda, Waigete, dan Hewokloang (masing-masing 6 korban).

B.   Kabupaten Ende:

Sebaran kasus tertinggi di Ende (8 korban) dan Ende Tengah (5 korban). Kasus lainnya tersebar di Ndona Timur, Nangapenda, Wewaria, Wolowaru, dan beberapa kecamatan lainnya.

C.   Luar Kabupaten Sikka dan Ende:

Selain itu, 6 korban dari luar daerah, termasuk Papua, Kalimantan Timur, Sumba, dan Flores Timur, juga mendapatkan pendampingan.

Data ini hanyalah gambaran dari kasus yang terungkap dan ditangani, sementara di luar sana masih banyak korban yang belum bersuara atau mendapatkan bantuan. Ini menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi masalah serius di berbagai wilayah. Diperlukan upaya lebih besar, kesadaran, keberanian untuk melapor, serta sistem perlindungan yang lebih kuat, agar setiap korban dapat keluar dari lingkaran kekerasan dan mendapatkan keadilan.

5.  Jalur Penyelesaian Kasus

Sepanjang tahun 2024, TRUK F menerima 77 pengaduan kasus, dengan 45 kasus di antaranya telah memasuki proses hukum. Sementara itu, 26 kasus diselesaikan melalui jalur mediasi, sedangkan 8 kasus lainnya tidak diproses lebih lanjut sesuai keputusan korban.

Di Kabupaten Sikka, 23 kasus

Ø  3 kasus berakhir dengan pencabutan laporan atau penyelesaian damai di tingkat kepolisian.

Ø  2 kasus masih dalam tahap penyelidikan, mencari kepastian hukum.

Ø  5 kasus telah mencapai Kejaksaan, menunggu proses lebih lanjut.

Ø  1 kasus naik ke tahap banding, berusaha mendapatkan keadilan yang lebih baik.

Ø  1 kasus telah masuk kasasi, melewati jalur hukum tertinggi.

Ø  11 kasus telah memiliki putusan inkrah, memberikan kepastian hukum bagi para korban.

Sementara itu, di Kabupaten Ende, 22 kasus

Ø  4 kasus telah mencapai meja pengadilan, memperjuangkan kebenaran.

Ø  5 kasus terhenti di kepolisian karena kurangnya bukti, sebuah tantangan besar dalam proses hukum.

Ø  3 kasus masih berada dalam proses penanganan jaksa.

Ø  10 kasus akhirnya mencapai putusan inkrah, menjadi titik terang bagi para penyintas yang menunggu keadilan.

6.  Akses Layanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan:

Sepanjang tahun 2024, TRUK F terus berupaya memastikan perempuan dan anak korban kekerasan mendapatkan layanan yang mereka butuhkan. Dari layanan psikologi hingga rumah aman, setiap intervensi dirancang untuk membantu korban memulihkan diri dan membangun kembali kehidupan mereka.

Sebanyak 80 korban mendapatkan layanan psikologi untuk mengatasi trauma dan dampak emosional akibat kekerasan. 45 korban mengakses bantuan hukum guna memperjuangkan keadilan, sementara 13 kasus diselesaikan melalui mediasi. Dukungan spiritual juga menjadi bagian penting dalam pemulihan, dengan 23 korban memperoleh layanan rohani. Selain itu, 35 korban mendapatkan akses layanan kesehatan, dan 58 korban memperoleh perlindungan di rumah aman.

Meskipun berbagai layanan telah diberikan, tantangan masih ada. Keterbatasan sumber daya dan dukungan dari pemerintah menjadi hambatan dalam memastikan bahwa semua korban mendapatkan hak mereka secara optimal. Oleh karena itu, sinergi antara berbagai pihak sangat dibutuhkan agar layanan ini dapat terus berkembang dan menjangkau lebih banyak korban yang membutuhkan perlindungan dan pendampingan.

7.  Motif, Modus, dan Tren Kekerasan

A.   Motif Kekerasan

Ø  Ekonomi: Kesulitan finansial sering kali mendorong eksploitasi perempuan dan anak, termasuk dalam kasus perdagangan orang dan kekerasan dalam rumah tangga.

Ø  Asmara: Relasi yang tidak sehat, seperti pacaran atau pernikahan yang penuh kontrol dan kekerasan, menjadi pemicu utama kekerasan emosional, fisik, dan seksual.

Ø  Balas dendam: Dendam pribadi atau konflik keluarga kerap menjadi alasan pelaku melakukan kekerasan, baik secara langsung maupun melalui ancaman dan intimidasi.

Ø  Pendidikan: Rendahnya tingkat pendidikan menjadi faktor yang memperburuk kerentanan terhadap eksploitasi, khususnya dalam kasus perdagangan orang. TRUK F menemukan bahwa sebagian besar korban perdagangan orang yang ditangani adalah laki-laki dengan latar belakang pendidikan rendah. Minimnya akses informasi dan kurangnya pemahaman mengenai hak-hak mereka membuat korban lebih mudah diperdaya dan dieksploitasi oleh jaringan perdagangan manusia.

B.   Modus Operandi

o    Janji pernikahan: Pelaku menjebak korban dengan iming-iming keseriusan hubungan, tetapi berujung pada kekerasan seksual atau eksploitasi.

o    Manipulasi media sosial: Platform digital menjadi alat bagi pelaku untuk mendekati, mengontrol, atau mengancam korban.

o    Menawarkan uang atau barang berharga: pelaku membangun kepercayaan atau menjerat korban dalam situasi yang sulit untuk ditolak.

o    Iming-iming pekerjaan bergaji tinggi: Modus ini banyak digunakan dalam kasus perdagangan orang, di mana korban dijanjikan pekerjaan layak tetapi justru dieksploitasi.

C.   Tren Kekerasan

o    Peningkatan kekerasan seksual terhadap anak: Data TRUK F mencatat peningkatan kasus dari 30 anak pada 2023 menjadi 31 anak pada 2024. Dari jumlah tersebut, 10 kasus merupakan kekerasan seksual sedarah (incest), dengan kasus terbanyak terjadi di Kabupaten Ende (6 kasus).

o    Kasus perdagangan orang meningkat sebesar 250% dari tahun 2023 ke 2024, dengan jumlah korban yang ditangani TRUK F meningkat dari 2 korban menjadi 7 korban.

8.  Hambatan dalam Penanganan Kasus

Meski upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak terus diperjuangkan, berbagai kendala masih menghambat efektivitas penanganan kasus. Beberapa tantangan utama yang dihadapi adalah:

A.   Minimnya kebijakan dan anggaran yang berpihak pada korban.

Dukungan dari pemerintah daerah masih terbatas, baik dalam bentuk kebijakan dan alokasi anggaran.

B.   Ego Sektoral yang masih tingggi.

Masih adanya ego sektoral lintas dinas dalam kerja kolaboratis untuk penanganan korban kekerasan

C.   Ketiadaan rumah aman di Kabupaten Ende.

Tanpa tempat perlindungan yang layak, banyak korban terpaksa bertahan dalam situasi berbahaya atau bahkan kembali ke lingkungan yang tidak aman.

D.   Biaya visum yang masih menjadi beban korban.

Di Kabupaten Ende dan Sikka, layanan visum yang berbayar menjadi hambatan serius bagi korban, terutama dari keluarga tidak mampu, untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami.

E.   Krisis tenaga profesional di bidang pendampingan korban.

Kurangnya psikolog, dokter jiwa, dan tenaga pendamping berpengalaman membuat proses pemulihan korban berjalan lambat, sementara kebutuhan akan layanan tersebut terus meningkat.

F.    Proses hukum yang rumit dan melelahkan.

Waktu penyelesaian kasus yang panjang, pembuktian yang sulit, serta tekanan sosial membuat banyak korban akhirnya memilih jalur damai atau restorative justice, meski sering kali merugikan mereka. Selain itu, masih enggannya APH menggunakan UUTPK dalam penanganan kasus KS turut memperburuk situasi, sehingga keadilan bagi korban sering kali tidak tercapai.

 

Hambatan-hambatan ini menjadi alarm bagi semua pihak bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak tidak bisa hanya menjadi wacana, tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata yang lebih berpihak pada korban.

9.  Kesimpulan dan Rekomendasi

Untuk memastikan perempuan dan anak korban kekerasan mendapatkan perlindungan yang layak, TRUK F merekomendasikan langkah-langkah berikut:

A.   Adanya penambahan biaya penanganan kasus di Sikka melalui UPTD PPA, sebagai liding sector.

B.   Menghadirkan UPTD PPA di Kabupaten Ende, melalui DP3A.

C.   Penyediaan rumah aman milik pemerintah di Sikka dan Ende

D.   Tersedianya biaya visum dan perawatan bagi korban kekerasan di sikka dan Ende

E.   Penambahan tenaga professional (phsikolog, dokter jiwa, juru bahasa isyarat, ahli ETI dan digital forensic)

F.    Memperbanyak APH yang memiliki menstriming penanganan kasus kekerasan seksual dan perdagangan orang yang perspektif korban berbasis UU TPKS dan TPPO.

G.   Meningkatkan kegiatan edukasi publik terkait isue perlindungan perempuan, anak dan migrasi aman.

H.   Memperluas pelibatan masyarakat desa dalam upaya pencegahan dan pananganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di desa melalui Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak.

 

 

“CATAHU 2024 ini menjadi panggilan bagi kita semua untuk bertindak lebih nyata. Dengan kerja sama dari pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman, adil, dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak.”

Bagikan

Komentar