Pada tanggal 25-26 Oktober 2024, TRUKF mengadakan pelatihan fasilitasi bagi delapan Layanan Berbasis Komunitas (LBK) yang tersebar di Kabupaten Sikka dan Ende. Pelatihan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat kapasitas LBK dalam memberikan layanan yang komprehensif bagi korban kekerasan, terutama perempuan dan anak. Sebagai ujung tombak dalam masyarakat, LBK diharapkan dapat berperan aktif dalam pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender melalui pendekatan berbasis komunitas yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan korban.
Pelatihan ini difasilitasi oleh Ibu Indriyati Suparno dari Lembaga SPEK HAM Surakarta, seorang fasilitator berpengalaman yang telah lama berkecimpung dalam isu-isu hak asasi manusia, pemberdayaan perempuan, dan advokasi. Dengan pengalamannya, Ibu Indriyati mampu memberikan perspektif yang mendalam serta pendekatan yang tepat dalam mendukung LBK untuk lebih tanggap dan efektif dalam menangani kasus-kasus kekerasan.
Salah satu keunggulan dari pelatihan ini adalah penggunaan metode pembelajaran orang dewasa atau andragogi. Metode ini dirancang untuk melibatkan peserta secara aktif dan memberdayakan mereka melalui pengalaman pribadi dan refleksi kritis. Dengan demikian, para peserta bukan hanya menerima informasi secara pasif, tetapi juga didorong untuk terlibat dalam diskusi, berbagi pengalaman lapangan, dan melakukan simulasi situasi nyata. Hal ini membantu memperkuat pemahaman mereka tentang konteks sosial dan budaya di mana mereka bekerja, serta mengembangkan kemampuan untuk mengelola dinamika dalam kelompok masyarakat.
Dalam sesi-sesi pelatihan, berbagai teknik fasilitasi dibahas, serta latihan kepemimpinan melalui games seru. Ibu Indriyati juga memperkenalkan konsep-konsep baru terkait pendampingan berbasis hak asasi manusia, di mana korban kekerasan ditempatkan sebagai pusat dari proses advokasi. Pendekatan ini menekankan pentingnya mendengar suara korban, menghargai hak mereka untuk mengambil keputusan terkait langkah-langkah pemulihan, serta mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif dalam proses penyembuhan.
Selain itu, pelatihan juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara LBK dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, lembaga adat, dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Sinergi ini dianggap penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan secara berkelanjutan. Peserta diajak untuk mengidentifikasi potensi kolaborasi lokal yang dapat memperkuat layanan yang diberikan oleh LBK, baik dalam hal pengaduan, pendampingan korban, mediasi, maupun layanan penampungan sementara.
Selama dua hari pelatihan, suasana sangat interaktif dan dinamis. Peserta terlibat dalam latihan-latihan kelompok yang dirancang untuk mempraktikkan keterampilan fasilitasi secara langsung. Dalam simulasi yang dilakukan, peserta diberikan skenario nyata yang sering terjadi di lapangan, seperti mediasi konflik dalam keluarga atau penyelesaian kasus kekerasan berbasis adat. Hal ini memberikan kesempatan bagi peserta untuk mengasah kemampuan problem-solving mereka di bawah bimbingan Ibu Indriyati.
Pada akhir pelatihan, para peserta mengungkapkan bahwa pengalaman ini tidak hanya memperkaya pengetahuan mereka tentang teknik fasilitasi, tetapi juga memperdalam pemahaman mereka tentang pentingnya pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam pendampingan korban. Mereka merasa lebih siap dan percaya diri untuk menjalankan peran mereka dalam komunitas, dengan dukungan metode yang lebih sistematis dan berfokus pada pemberdayaan korban.
Dengan adanya pelatihan ini, TRUKF berharap delapan LBK dampingan dapat berfungsi lebih optimal dalam menciptakan perubahan nyata di komunitas mereka. Langkah-langkah pemberdayaan ini juga menjadi bagian dari upaya jangka panjang untuk mewujudkan lingkungan yang aman, adil, dan bebas dari kekerasan bagi semua anggota masyarakat, terutama bagi kelompok-kelompok rentan seperti perempuan dan anak.